Sabtu, 19 Januari 2013

Sejarah Banjir di Jakarta

Bagi sebagian orang mungkin tidak percaya kalau bencana banjir di Jakarta ini sudah mulai ada sejak jaman Belanda. Beberapa tahun setelah Belanda mendarat, pemerintahan kolonial sudah merasakan rumitnya menangani banjir di Batavia. Banjir besar pertama kali mereka rasakan di tahun 1621, diikuti tahun 1654 dan 1876.


Sumber : http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu-posting-aja-kesini-t19743p49.html.

Sumber : http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu-posting-aja-kesini-t19743p49.html.
Sering dilanda banjir pemerintah Belanda merasa perlu untuk mulai mengelola air secara serius. Tahun  1918 Pemerintah  Belanda mulai membangun beberapa. Selanjutnya karena semakin kompleksnya masalah air yang melimpah, memaksa Pemerintahanan Kolonial membangun Banjir Kanal Barat (BKB) pada tahun 1922.

Add caption

Sumber : http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu-posting-aja-kesini-t19743p49.html.
Meski sudah dibangun BKB, bukan berarti persoalan banjir di Jakarta bisa langsung diselesaikan. Pada Januari 1932 lagi-lagi banjir besar melumpuhkan Kota Jakarta. Ratusan rumah di kawasan Jalan Sabang dan Thamrin digenangi air. Saat pemerintahan beralih ke Republik Indonesia masalah banjir  di Jakarta pun tak kunjung bisa diselesaikan. Tercata sejak kemerdekaan beberapa banjir besar terjadi di Jakarta, seperti pada tahun 1976, 1984, 1994, 1996, 1997, 1999, 2002, 2007 dan 2008.

Sumber : http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu-posting-aja-kesini-t19743p49.html.
Dari beberapa kejadian banjir besar yang terjadi  tahun 1996, 2002 dan 2007, ada beberapa catatan yang bisa kita ambil berkaitan dengan masalah hidrologi maupun karakter cuaca.
• Bulan Januari dan Pebruari adalah bulan dengan curah hujan tinggi yang berpotensi menyebabkan terjadinya banjir.
• Banjir di Jakarta sering disebabkan karena hujan dengan kapasitas besar terus menerus  turun. Hujan yang  hanya turun sekali biasanya tak sampai membuat Kali Ciliwung melimpas.
• Hujan besar sebelumnya bisa memabah masalah pada hujan besar berikutnya. Ini terlihat dalam kasus banjir tahun 2002. Curah hujan awal Januari membawa banyak material dan menyebabkan terjadinya sedimentasi di dasar sungai. Akibatnya ketika hujan yang sama kembali muncul tanggal 31 Januari, banjir sulit dielakan.
• Tinggi muka air laut tidak mempengaruhi  banjir yang terjadi tahun  1996 , 2002 dan  2007.
Banjir tahun 2002 dan 2007 disebabkan oleh curah hujan ektrim yang turun lebih dari dua hari. Hal ini menyebabkan tinggi muka air Sungai Ciliwung di daerah Manggarai mencapai puncaknya. Untuk tahun 2007 sekaligus terjadi kombinasi penyebaba banjir akibat hujan di daerah hulu dan dan daerah hilir.

Sumber : http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu-posting-aja-kesini-t19743p49.html.
Jika kita melihat dari sejarah yang sudah diuraikan diatas, banjir sudah terjadi  sejak jaman kolonial Belanda, hampir empat abad yang lalu. Ini artinya di saat jumlah penduduk Jakarta masih sedikit, banjir pun sudah terjadi di Jakarta. Dalam dekade terakhir, ternyata banjir semakin sering dialami.

Sumber : http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu-posting-aja-kesini-t19743p49.html.
Melihat kecenderungan banjir di Jakarta yang semakin  sering serta  semakin banyak daerah yang tergenang, memberikan indikasi bahwa penyebab banjir semakin beragam. Dimana satu dan lain penyebab saling menguatkan sehingga potensi terjadinya genangan semakin besar.
Kenyataan ini tentu membuat tantangan dalam menghadapi  banjir yang akan datang menjadi lebih berat lagi. Permasalahan  terus menerus bertambah sementara penyelesaian yang diambil sangat  terbatas.
Kesadaran perlunya diambil tindakan penanggulangan banjir sudah ada sejak lama. Batavia yang dilanda banjir besar tahun 1918, membuat  Prof. Ir. Herman Van Breen, seorang guru besar berkebangsaan Belanda, merencanakan satu konsep yang lebih strategis dalam menanggulangi banjir.  Konsepnya adalah berusaha mengendalikan aliran air dari hulu sungai dan membatasi volume air masuk kota.
Untuk  itu perlu dibangun saluran kolektor di pinggir selatan kota untuk menampung limpahan air, dan selanjutnya dialirkan ke laut melalui tepian barat kota. Saluran kolektor yang dibangun itu kini dikenal sebagai Banjir Kanal Barat (BKB) yang memotong Kota Jakarta dari Pintu Air Manggarai bermuara di kawasan Muara Angke.
Penetapan Manggarai sebagai titik awal karena saat itu, karena wilayah ini merupakan batas selatan kota yang relatif aman dari gangguan banjir sehingga memudahkan sistem pengendalian aliran air di saat musim hujan. Banjir Kanal Barat (BKB) ini mulai dibangun tahun 1922. Untuk mengatur debit aliran air ke dalam kota, banjir kanal ini dilengkapi beberapa pintu air. Dengan adanya BKB, beban sungai di utara saluran kolektor relatif terkendali. Karena itu, alur-alur tersebut, serta beberapa kanal yang dibangun kemudian, dimanfaatkan sebagai sistem makro drainase kota guna mengatasi genangan air di dalam kota.
Setelah kemerdekaan banyak konsep /studi yang telah dilakukan. Dari beberapa studi yang ada, yang menonjol adalah studi yang dilakukan oleh Nedeco ‘The Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta oleh NEDECO 1973.
Pengendalian banjir didefinisikan oleh NEDECO 1973 sebagai upaya mengalihkan banjir dari sungai-sungai dan mencegahnya mengalir ke dalam wilayah kota. Drainase ini diartikan sebagai upaya evakuasi runoff pada saat hujan lebat yang terjadi di wilayah kota tersebut untuk bisa mengalir dengan lancar ke dalam saluran pengalihan banjir.

NEDECO 1973 merekomendasikan rehabilitasi sistem drainase yang ada untuk penyaluran runoff secara efisien, dan upaya-upaya yang spesifik untuk mengendalikan banjir. Upaya pertama dalam pengendalian banjir adalah usulan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) dari sungai Cipinang ke arah Timur sebagai penampung dan pengalih banjir dari sungai-sungai Cipinang, Sunter, Buaran, dan Cakung. Selain itu direkomendasikan pelebaran saluran BKB pada titik belokan ke utara ke sungai Angke di Pesing, untuk menampung banjir dari sungai Grogol dan Sekretaris.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar