Sabtu, 19 Januari 2013

Batik dan Nasionalisme Kita


garuda-pancasila
Add caption
Nasionalisme Batik
Berbicara soal nasionalisme, berarti kita tengah mengarahkan diri kita pada sebuah tema bernama kebangsaan. Dalam hal ini, kebangsaan Indonesia tentu saja. Nasionalisme, secara harafiah berarti sebuah wujud rasa cinta akan tanah air, cinta pada bangsa sendiri, bangga dengan bangsa sendiri, bangga dengan identitasnya sebagai sebuah bangsa dengan karakteristik, kebiasaan, budaya, adat istiadat, norma, dan nilai-nilai luhurnya. Nasionalisme bukan hanya muncul saat bangsa kita terjajah atau terlecehkan. Nasionalisme itu harus senantiasa ada dalam keseharian kita, meresap dalam diri kita, dalam kehidupan kita, hingga kita sendiri tidak menyadari bahwa apa yang kita rasakan dan apa yang kita lakukan itu merupakan sebuah pewujudan dari rasa nasionalisme itu.
Nasionalisme yang tinggi akan menimbulkan sebuah rasa kepercayaan diri, kebanggaan (pride), optimisme, dan daya juang yang tinggi untuk memajukan bangsa. Beberapa hal itu merupakan prasyarat mutlak bagi sebuah bangsa yang ingin berdikari. Tak mungkin negara kita akan maju dan sejahtera jika kita tidak memiliki rasa percaya diri dengan potensi yang kita punya. Tak mungkin kita bisa berdikari tanpa adanya kebanggaan, optimisme, dan daya juang yang tinggi terhadap apa yang kita miliki sebagai identitas bangsa kita itu.
Tentang kebanggaan terhadap bangsa itu, jangan mengaku bahwa Anda telah berbangga dengan bangsa Indonesia jika Anda belum pernah mengenakan batik, tidak menyukai batik, atau belum mempunyai batik. Pernyataan saya ini tentu bukan tanpa argumentasi. Bagaimana tidak, kini, dalam kancah dunia saja, batik telah diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia (world heritage) yang berasal dari negeri kita, bersama dengan wayang, keris, angklung, tari saman, dan noken. 2 Oktober 2009 menjadi buktinya. UNESCO telah mengakui itu. Kini, setiap tanggal 2 Oktober itu, bangsa Indonesia bahkan merayakannya sebagai hari batik nasional.
Logika sederhananya begini, jika dunia saja sudah mengakui bahwa batik itu merupakan salah satu warisan budaya dunia, lalu kenapa kita sebagai bangsa Indonesia sendiri tidak? Kalau dunia saja mau melestarikan batik sebagai warisan budaya dunia itu, kenapa kita justru tidak melestarikannya?
Melestarikan Batik untuk Nasionalisme Kita
Pada dasarnya, pemerintah telah memberikan porsi perhatian yang lebih untuk melestarikan batik. Meskipun kesannya cukup terlambat, upaya ini patut untuk kita apresiasi. Upaya pemerintah dalam melestarikan batik itu ditandai dengan mewajibkan semua aparat negara untuk mengenakan batik pada hari-hari kerja tertentu. Paling tidak sebanyak 2 kali dalam seminggu, batik ini wajib dipakai oleh para pegawai negeri, para penyelenggara negara, hingga pegawai-pegawai BUMN. Langkah sederhana ini, tentu saja mesti kita dukung.
Sementara itu, pada sisi yang lain, batik menyimpan potensi yang luar biasa untuk terus dikembangkan. Batik yang selama ini kita kenal dapat dimodifikasi dalam berbagai bentuk motif dan corak yang beraneka ragam. Batik bahkan bisa dengan mudah menyesuaikan mode sesuai dengan selera zaman, entah itu dalam bentuk kemeja, kaos, celana, kimono, jaket, tas, hingga bahkan selimut. Semua itu, tergantung pada kreativitas para pembuatnya.
Dengan begitu variatifnya model dan rupa batik itu, batik pun dapat kita kenakan dalam berbagai event. Di dunia kerja, batik begitu cocok untuk dikenakan para pegawai. Dalam acara resmi, batik begitu sesuai untuk kita pakai. Dalam acara nonformal, batik juga memberikan kesan sopan namun tetap santai. Pada intinya, penggunaan batik itu tidak terbatas pada acara tertentu saja, tetapi hampir semua acara, tinggal kita pandai-pandai saja dalam memilih motif/corak/modelnya, karena batik bisa bertransformasi menjadi bentuk dan mode apapun juga.
Saat ini, produksi batik nasional masih terkonsentrasi di kota-kota yang sejak lama dikenal sebagai sentra produksi batik, semisal Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Palembang, dan Makassar. Namun begitu, masyarakat sudah begitu familiar bahwa julukan kota batik telah tersematkan pada kota Pekalongan. Secara kuantitas, Pekalongan memang menghasilkan batik dalam jumlah yang begitu besar. Maka tak heran, jika Anda pernah berkunjung ke kota ini, ada banyak gerai-gerai batik berjejer di kota ini. Produsen batik pun banyak tersebar di daerah ini, dari produsen dengan kapasitas yang kecil, menengah, hingga yang memproduksi secara besar-besaran.
Sebagai konsekuensinya, peran batik bagi perekonomian masyarakat kota Pekalongan dan kota-kota penghasil batik lainnya pun begitu besar. Itulah salah satu alasan mengapa pemerintah menjadi begitu getol untuk terus melestarikan dan mengembangkan batik. Dan, tentu saja, upaya pelestarian ini perlu untuk kita dukung.
Namun begitu, terkadang saya sendiri masih terheran-heran, sekarang ini masih ada saja anak-anak muda yang beranggapan bahwa batik itu sesuatu yang kuno, tidak gaul, tidak modis, serta sebutan-sebutan lain yang seakan menyiratkan bahwa batik itu tidak layak untuk dipakai oleh generasi muda. Sementara itu, mode-mode yang berasal dari negara-negara barat dianggapnya sebagai sesuatu yang gaul dan mesti diikuti trennya. Padahal, batik itu merupakan hasil karya dari tanah airnya sendiri, namun kenapa mereka justru bangga menggunakan produk-produk impor daripada karya anak bangsa sendiri itu? Sungguh terkadang saya tidak habis pikir.
Mari Membiasakan Batik dalam Kehidupan Kita
Menggunakan baju-baju impor tentu saja sesuatu yang boleh-boleh saja dilakukan. Namun, menggunakan baju-baju impor sembari merendahkan baju-baju karya anak bangsa sendiri, ini tentu yang patut kita kritisi. Apa iya semua yang datang dari barat itu cocok untuk kita? Apa iya semua yang berasal dari barat itu bagus untuk bangsa kita?
Sejatinya, antara batik dan baju-baju yang menurut sebagian orang merupakan baju yang modern itu bisa kita sesuaikan penggunaannya. Kita bisa mengatur penggunaan keduanya. Dalam dunia kerja sendiri, pada hari-hari tertentu, telah ditentukan untuk mengenakan pakaian kerja pada umumnya, sementara pada hari-hari yang lain juga telah ditentukan untuk mengenakan batik. Pemakaian antar keduanya bisa diatur. Malahan, bagi saya sendiri, saya lebih nyaman mengenakan batik pada saat bekerja. Saya tak perlu memasukkan batik itu ke dalam celana saya, tak perlu juga mengikat celana panjang saya dengan ikat pinggang. Saya tak perlu mengenakan dasi, namun tetap memberikan kesan sopan dan rapi. Hanya saja, semuanya masih terkendala dengan peraturan instansi yang masih mewajibkan mengenakan seragam kerja pada hari-hari tertentu, dan tentu saja, saya pun mesti mematuhi peraturan itu.
Pada acara resepsi pernikahan, batik begitu pas untuk dikenakan. Santai namun tetap rapi dan sopan. Tak hanya pada siang hari, batik pun bisa kita gunakan pada malam hari di saat kita hendak tidur. Karena kini, batik pun telah banyak menghiasi baju tidur, dari bentuknya yang sederhana hingga yang paling kompleks sekalipun. Batik memang cocok untuk segala kondisi. Formal maupun nonformal. Resmi maupun tak resmi.
Berbagai Macam Tantangan Pelestarian Batik
Seni membatik seringkali merupakan hasil dari pewarisan dalam keluarga, yang diturunkan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu lah, seni membatik itu terjalin secara turun-temurun dan menjadi identitas bangsa Indonesia. Namun, ada ancaman terhadap kelestarian batik itu yang tak hanya datang dari mode-mode barat yang menjejali generasi muda kita. Keberadaan batik kini juga telah terjejali dengan hadirnya batik “asing”, yakni tekstil bercorak batik namun pada dasarnya bukan merupakan batik. Batik seperti itu biasanya  berasal dari China dengan harga yang lebih murah. Mengenai hal ini, dibutuhkan langkah yang nyata dari pemerintah bekerja sama dengan masyarakat untuk mendidik konsumen. Karena sekali lagi, tekstil bercorak batik, tidak sama dengan batik, dan bukan merupakan batik.
Di satu sisi, pengrajin batik dewasa ini didominasi oleh orang-orang yang sudah berusia cukup lanjut. Akibatnya, jika kelak tidak ada regenerasi, angka produksi batik nasional bisa saja akan menurun. Untuk itu, perlu dilakukan serangkaian revitalisasi kembali mengenai industri batik itu, khususnya pada industri yang berbasis rumah tangga. Generasi muda mesti terus diajak untuk melestarikan batik. Jika permintaan akan batik selalu tinggi, produsen pun tak akan ragu untuk terus berproduksi. Generasi muda pembatik tak akan pesimis dengan usaha batiknya. Jika perlu, pemerintah dapat melakuan intervensi melalui pendekatan pendidikan dan budaya. Pemerintah daerah dapat membuat serangkaian program pendidikan mengenai perbatikan kepada generasi muda dalam sekolah-sekolah. Festival batik dilakukan secara rutin, berbagai lomba mengenakan batik juga dapat dicanangkan. Festival putra dan putri batik yang biasa diselenggarakan setiap tahun, mesti terus dipertahankan. Kegiatan ini terbukti cukup efektif untuk mengajak generasi muda agar mencintai batik.
Ancaman lain juga datang pengusaha asing yang tak ragu menggelontorkan banyak uang demi mencontoh motif batik Indonesia. Batik Indonesia pun dijiplak oleh orang-orang asing berdana besar itu. Sementara di lain pihak, pengrajin lokal tanah air membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk mengembangkan usaha dengan modal mandiri. Disini lah seyogyanya pemerintah mengambil peranan penting untuk membantu pengrajin lokal itu.
Melalui Kementerian Koperasi dan UMKM serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai lokomotif utama, pemerintah dapat memberikan bantuan permodalan dalam bentuk kredit berbunga rendah atau bahkan tanpa bunga, hingga mencanangkan pagelaran atau heritage event yang mengangkat batik sebagai komoditas. Event-event itu dapat berupa pameran batik dalam bentuk pekan batik nasional, bulan batik nasional, atau bahkan tahun batik nasional. Kedua kementerian ini mesti terus didukung oleh tiga kementerian lain, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Pendidikan Nasional. Kementerian Perindustrian berperan dalam meregulasi, melindungi, dan memajukan industri perbatikan dari aspek hulu (produksi), Kementerian Perdagangan berperan dalam tata niaga batik nasional, sementara Kementerian Pendidikan Nasional memegang peranan penting dalam upaya memperkenalkan dan mendidik generasi muda akan perbatikan nasional sebagai bagian dari budaya bangsa yang mesti terus dilestarikan. Singkatnya, mesti lah ada sinergi yang terjaga antar kelima kementerian itu.
Dengan dukungan presiden kita yang terkenal cukup concern dalam upaya melestarikan batik itu, penyinergian kebijakan antarkementerian itu semestinya bukan merupakan sesuatu yang sulit. Kita tahu bahwa dalam beberapa pernyataannya, presiden nampak begitu bersemangat dengan upaya pelestarian dan pemasyarakatan batik. Hal demikian sungguh patut untuk kita teladani.
Pada dasarnya, Kementerian Perdagangan pun telah membuat cetak biru (blue print) pengembangan batik nasional. Blue print itu bahkan telah diserahkan kepada presiden. Kita semua tentu berharap agar blue print itu tidak hanya sekadar dokumen semata, tetapi menjadi sebuah pedoman yang nyata dan tercermin dalam semakin majunya industri perbatikan nasional sebagai bagian dari pilar ekonomi berbasis budaya bangsa.
Dalam dunia internasional, guna memperkenalkan batik ke dunia internasional, pemerintah mesti terus-menerus untuk menggunakan batik sebagai sarana diplomasi. Ketika terjadi berbagai pertemuan internasional, pertemuan dengan negara-negara lain, berkunjung ke negara lain, atau menerima tamu dari negara lain, pemerintah sedapat mungkin agar mengenakan batik. Jika perlu, pemerintah juga dapat memberikan oleh-oleh berupa baju-baju batik kepada tamu-tamu negara. Selain sebagai media untuk menjalin keakraban, pemberian suvenir ini juga sebagai ajang untuk mempromosikan batik ke dunia internasional. Harapannya, dunia internasional tak hanya akan mengakui batik sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia, tetapi juga menjadi tertarik untuk mengenakan batik dalam kehidupan sehari-hari mereka.
E-Commerce Batik dan Pesan Nasionalisme dari Batik
logo
http://www.berbatik.com, toko batik online
Pemasaran batik, kini tak hanya tersedia dalam toko-toko ataupun gerai-gerai. Dengan kemajuan teknologi internet, jual-beli secara e-commerce pun dapat dengan mudah kita lakukan. Situs e-commerce seperti berbatik.com, misalnya, merupakan situs e-commerce pertama yang menyediakan aneka macam batik. Dari pakaian hingga aksesoris. Dengan begitu, belanja batik pun akan lebih efisien.
Dengan tiga core values, berbatik.com berusaha untuk memberikan layanan penjualan batik-batik yang berkualitas tinggi. Values pertama adalah explore without fear. Nilai ini beranjak pada rasa penasaran akan segala sesuatu yang bersifat baru. Berbatik.com tak pernah ragu untuk memulai sesuatu yang baru, menjual sesuatu yang baru, sembari mengamati keinginan masyarakat akan motif dan corak batik. Pada akhirnya, dengan proses belajar yang terus-menerus, berbatik.com senantiasa menggali pengalaman untuk memberikan pelayanan yang tinggi kepada peminat batik di Indonesia.
Core values kedua adalah wear your self/pride. Nilai ini bertumpu pada sebuah kebanggaan akan keunikan masing-masing individu yang tentunya memiliki selera yang beraneka ragam. Berbatik.com berupaya agar setiap orang yang mengenakan batik dapat merasa percaya diri dan bangga dengan apa yang dipakainya itu.
Core values ketiga adalah connecting the dots. Dalam hal ini, berbatik.com berupaya menjadi penghubung antara produsen, desainer batik, kolektor, dan konsumen. Seseorang bahkan dapat mengetahui asal-usul batik, keaslian, bahan baku, siapa yang membuat batik itu, dan bagaimana membuatnya.
Dengan tiga core values itu, berbatik.com akan terus melaju, memberikan pelayanan terbaik, sembari terus berupaya agar masyarakat semakin mencintai batik sebagai salah satu identitas bangsa yang patut untuk dibanggakan.
Berbatik.com tidak hanya menyediakan kemeja batik semata, melainkan juga berbagai macam varian produk hingga aksesoris-aksesoris yang menarik. Untuk membeli produk-produk dari berbatik.com, kita bisa melakukannya dengan sangat mudah. Pertama, login kemudian pilih produk sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kedua, lakukan pemesanan secara online, isikan data diri dengan jelas dan benar. Ketiga, lakukan pembayaran melalui transfer. Dan keempat, kita tinggal menunggu kurir menyampaikan apa yang ingin kita beli itu. Mudah dan efisien tentunya.
Kini, batik bahkan telah bertransformasi menjadi bentuk dan model yang sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagai contoh, kini batik tidak hanya didominasi oleh kemeja semata, namun juga kaos, blouse, jaket, dan celana. Beberapa aksesoris semacam tas pun kini telah menggunakan batik sebagai motifnya. Maka, adalah keliru dan buta akan jiwa nasionalis bagi mereka yang masih sebelah mata dalam memandang batik. Mereka itu, menurut saya, justru merupakan orang-orang yang silau akan gaya ala bangsa barat, tidak patriotik, juga tidak nasionalis sehingga begitu senang menggunakan mode-mode sesuai tren yang berkembang di dunia barat dan enggan mengenakan mode sesuai ciri khas bangsanya sendiri.
Harapannya, di tahun 2013 ini, penggunaan batik sebagai pakaian sehari-sehari warga semakin memasyarakat saja. Bagaimanapun, batik adalah identitas kita, sumber nasionalisme kita. Tak terbayang seandainya klaim negara tetangga akan batik yang dulu sempat terdengar dan meramaikan dunia pemberitaan nasional benar-benar menjadi nyata, tentu kita akan sangat kecewa. Maka dari itu, mari kita buktikan bahwa kita adalah pemilik sejati paten atas batik itu, yang tak hanya sekadar memiliki, tapi juga melestarikannya. Mari, jadikan tahun 2013 ini sebagai tahun batik, tahun dimana batik semakin menghiasi tubuh dan hidup kita.
Terakhir, sebagai penutup, sepertinya saya mesti mengulang pertanyaan saya di awal tulisan ini. Jika dunia saja ingin melestarikan batik, maka kenapa kita enggan untuk melestarikannya? Bagaimana cara kita melestarikannya? Tentu saja dengan mengenakan batik dalam berbagai kegiatan hidup yang kita jalani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar