Kamis, 15 November 2012

Pidato Barack Obama Menjadi Heboh


Dunia mungkin bisa berbangga. Pasalnya, hampir seluruh hidup dapat diselesaikan dengan teknologi, khususnya Internet. Media yang dapat menjangkau seluk beluk lain negara bahkan benua itu, kini hadir sebagai strategi komunikasi politik yang cukup elegan dan efektif. Dalam tulisan ini penulis mencoba sedikit mengomentari strategi  tersebut yang dapat kita kaitkan dengan fenomena yang menarik saat ini.
Pada tanggal 6 September lalu itu Tanah Paman Sam, kembali digegerkan oleh pidato Ibu Negara, Michelle Obama di North Carolina, Amerika Serikat, seperti yang dilansir oleh www.republika.co.id  ( 7/9 )
bahwa sang Ibu negara cukup memberikan kesan positif di mata masyarakat dari Pidatonya yang secara disengaja diketik ulang pada salah satu akun Partai Demokrat.
Hal ini memiliki daya tarik untuk dibahas karena, Amerika lagi-lagi menunjukkan kepiawaian dalam berkomunikasi politik masa kini. Pidato kebangsaan ataukah pidato apapun jenisnya, mungkin tidak kepikiran oleh kita bagaimana komunikasi satu arah itu dapat dikemas menjadi komunikasi dua arah yang dapat diukur keberhasilannya.
Komunikasi dua arah identik dengan komunikasi interpesonal, dimana masing-masing komunikator dan komunikan memiliki struktur pesan yang dapat disesuaikan oleh keinginan masing-masing. Umpan balik yang diinginkan bahkan dapat dirasa secara langsung tanpa delay .
Namun dalam dunia virtual, komunikasi dua arah itu dapat dikemas menjadi komunikasi masa elektronik, yakni internet. Walaupun Internet masih dipertanyakan keabsahannya sebagai jenis komunikasi massa, namun asumsi itu dapat dikukuhkan dari aspek khalayak yang menyebar dan serempak. Alhasil menurut beberapa pakar Internet kini telah menjadi semi media massa-interpersona.
Internet kini semakin menjadikan dunia begitu dekat, dengan adanya media sosial seperti Twitter, Facebook, Myspice, dan lain-lain. Internet sukses besar membuat yang jauh menjadi dekat, yang dekat menjadi jauh. Karakteristik inilah yang kemudian membuat komunikator politik berlomba-lomba membuat media ini menjadi salah satu strategi komunikasi politiknya.
Masih inget kan kita dengan fenomena kemenangan Barack Obama pada pemilu Presiden Amerika Serikat, beberapa tahun lalu?.
Kemenangannya bukanlah kemenangan personal semata yang menawan, namun kemenangan dunia virtual yang membawa dirinya sebagai pesan yang akan disampaikan. Tanpa adanya media tersebut, tentu sangat mustahil Obama dapat meraih jumlah suara hampir 90% warga Amerika Serikat.
Kali ini apa yang dilakukan oleh suaminya, sang Ibu Negara pun mengikuti jejak sang perubah ( red-Obama). Amerika Serikat adalah negara yang tercatat sebagai negara pengguna Twitter terbanyak, yakni 140 juta akun. ( sumber : Semiocast, 2012 )
Tidak heran jika para komunikator politik menggunakan media sosial sebagai sarana paling efektif demi menjangkau 140 juta akun tersebut sebagai asumsi 140 juta masyarakat Amerika Serikat. Selain itu analisis demografi yang lain ialah, Amerika Serikat merupakan negara maju yang memiliki tingkat ‘melek teknolgi yang tinggi.
Selain alasan demografi tersebut, ternyata berdasarkan geografis, sebagai penganut district, tentu tidak mungkin dapat dijangku dengan tatap muka. Hal ini lah yang kemudian menjadikan Twitter sebagai sarana komunikasi yang ‘informatif-interaktif’ oleh Obama kepada masyaraktnya.
Ide menarik ketika sebuah pidato ikut dijadikan produk propaganda yang ditulis kembali dalam bentukkicauan tidak lebih dari 140 karakter. Hanya mencatat yang perlu dan penting, dengan sukse besar menghasilkan Trending Topic peringkat pertama sebagai bentuk umpan balik.
Daya tarik Michelle Obama yang dijuluki #FirstLady ini, memang cukup memukau. Kekuatan personalitas yang dibentuk sebagai citra perempuan masa kini jelas tergambar dari citra karakteristik media virtual saat ini, sesuai karakteristik Amerika.
Secara teori, pemilik blog berusaha mengkaitkan dengan teori komunikasi massa yakni teori agenda setting, yang memusatkan perhatian pada efek media massa terhadap pengetahuan. Sebuah akun twitter menyebarkan isi pidato berupa potongan kalimat melalui twitter secara berkesinambungan, maka jalinan komunikasi pada twitter itu akan seperti roda estafet yang akan meneruskan kepada khalayak lainnya. Dari individu ke individu lainnya, dari komunitas ke komunitas lainnya berjalan simultan.
Perkembangan itulah yang kemudian patut kita contoh sebagai strategi komunikasi politik di Indonesia. Sebagai negara yang menjungjung tinggi keterbukaan publik serta keterjangkauan akses publik sudah selayaknya para penasihat-penasihat komunikasi politik mencipatkan metode penyampaian pesan yang dapat menjangkau kepada segala lapisan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar