Sekitar setengah sembilan malam, sebuah mobil Mercedes Benz hitam tiba di belakang panggung. Seorang lelaki berbaju gamis putih, berpeci hitam dan bersorban keluar dari mobil mewah itu. Terdengar suara rapal doa menyambut seorang alim yang juga pemusik itu. Dia adalah Rhoma Irama, yang akrab disapa Bang Haji.
Di sana, turut hadir 96 anak yatim. Kehadiran mereka dianggap penting. Paling tidak begitulah saat pembaca acara membuka acara. "Ada santunan dari Bang Haji Rhoma kepada anak-anak yatim. Jangan lupa kita semua mendoakan agar jalan Bang Haji menuju kursi Presiden dilancarkan," kata pembawa acara.
Lalu Bang Haji naik ke atas panggung. Dia mulai berceramah. Beberapa kali dia menyentil kesiapannya memimpin negara Indonesia. Sentilan itu seakan mempertegas ambisi Rhoma, menjadi orang nomor satu di republik.
Soal Rhoma melirik kursi RI-1 sudah muncul sejak November lalu. Adalah Wasiat Ulama (Wasilah Silaturahim Asatidz Tokoh dan Ulama), yang pertama mencetuskan ide itu. Ketua Umum DPP Wasiat Ulama, Fachrurrozy Ishaq, menyatakan Rhoma paling tepat sebagai calon presiden alternatif bagi umat Islam di Indonesia.
Kepemimpinan Rhoma, kata Wasiat Ulama itu, tak perlu diragukan. "Dia memimpin Soneta grup selama 40 tahun lebih," kata Fachrurrozy. Dan seakan membandingkan dengan banyak partai poltik yang pecah, grup dangdut pertama di Indonesia itu justru solid sampai sekarang. Memimpin beberapa orang di kelompok musik dangdut itu, bagi Wasiat Ulama, sudah cukup menjadi alasan mengusung Rhoma ke kursi presiden.
Lompat jendela
Kalau Rhoma berani maju, tentu dia punya “modal” politik yang kiranya memadai. Meski karirnya sendiri sebetulnya diawali sebagai pemusik, yang belakangan tergoda ke politik.
Lahir 11 Desember 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan nama Oma Irama. Dia anak kedua dari 12 bersaudara. Ayahnya Raden Burdah Anggawirya, dan ibunya R.H. Tuti Juariah. Setelah naik haji pada 1975, namanya diubah menjadi Raden Haji Oma Irama, disingkat Rhoma Irama.
Lahir sebagai keluarga kelas menengah di Jawa Barat, minat Rhoma pada musik sudah dimulai sejak kecil. Nama belakangnya “Irama” diberi karena dia dilahirkan usai ayah dan ibunya menonton pagelaran musik.
Pada pertengahan 1960-an, dia sempat kuliah di Universitas 17 Agustus Jakarta. Jurusannya Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Tapi kuliah itu dia tinggalkan karena dia lebih suka pada musik.
Demi musik ini, dia suka membolos saat masa sekolah di SMA. Caranya, melompat dari jendela sekolah. Tujuannya, untuk berlatih dengan band yang dia dirikan. Kelompok band pertama yang dia dirikan adalah Gayhand pada 1963.
Pada pertengahan 1970, dia mulai tertarik pada musik rock dan India. Dia pun mendirikan kelompok musik Soneta. Dengan campuran musik Melayu, rock dan India maka lahirlah lagu-lagu yang dikenal orang dengan nama dangdut. Ini karena ada campuran gitar listrik, drum, gendang dan suling.
Rhoma bertangan dingin. Sudah berpuluh album dibuat, dan tak kurang 600 lebih lagu dia ciptakan. Itu sebabnya, dia dikenal sebagai Raja Dangdut.
Baru pada 1977, setelah suara gitar dangdut “sang raja” itu mulai kuat menyihir massa, partai politik pun meliriknya. Pada tahun itu, dia digaet Partai Persatuan Pembangunan menjadi juru kampanye. Rupanya langkah itu bikin rezim Suharto gerah. Rhoma “dicekal” selama 11 tahun tak boleh masuk TVRI Dia baru masuk televisi pada tahun 1988, saat Suharto mulai mendalami Islam. (Lihat Infografik: Goyang Politik Rhoma Irama)
Motivasi
Lalu apa motivasinya kini maju ke kursi RI-1? Kepada wartawan VIVAnews, Mohamad Adam, Rhoma menuturkan alasannya. Kendengarannya sederhana, bahwa negara ini sudah jauh dari nilai Pancasila. Terutama nilai ketuhanan, kemanusian dan persatuan. Dia pun merasa terpanggil. “Kita dulu bangsa ramah sekarang menjadi bangsa yang pemarah,” ujarnya. (Lihat Wawancara Rhoma: "Soal Capres, Saya Nothing To Lose).
Ia prihatin melihat anarkisme makin meluas. Tiada hari tanpa tawuran, dan tiada hari tanpa konflik horisontal. Itu sebabnya, dia memutuskan maju menjadi capres pada 2014.
Soal visi, Rhoma tak khawatir. Selama 40 tahun, seperti diakuinya, dia sudah berkampanye visi dan misinya ke sekujur negeri. "Saya rasa visi misi saya sudah puluhan tahun tersebar melalui lagu-lagu saya,” ujar Rhoma. Semua lagunya, punya muatan “dakwah”. Itu artinya, sebanyak 680 lagu dia ciptakan selama berkarir di musik sarat pesan “politik” juga.
Bukan jazz
Tapi sejauh mana niat politik Rhoma itu disambut partai politik? Sejauh ini baru Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menjajaki keinginan Rhoma. Pimpinan PKB, Muhaimin Iskandar, menyempatkan diri bertemu Bang Haji. Tapi, belum tentu pertemuan itu berujung pada ketetapan partai. “Rhoma itu hanya dilirik,” kata Ketua DPP PKB, Abdul Malik Haramain.
Menurut Abdul, PKB sekarang tengah menimbang-nimbang Capres. Selain Rhoma, ada nama Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md. Menurut Abdul Malik, dibanding Rhoma, nama Mahfud lebih banyak diusung kader PKB. Alasannya, kredibilitas Mahfud cukup baik, berpengalaman di pemerintahan, dan berdasar survei elektabilitasnya juga bagus. Karenanya, pintu Rhoma melalui PKB agaknya cukup berat.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga senada dengan PKB. Menurut anggota Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, PKS menghargai niat Rhoma. Karena menjadi Capres adalah hak setiap warga negara. Namun, PKS menurutnya tak akan mendukung Rhoma. Alasannya sederhana. “Sebagian besar anggota PKS tidak suka dangdut,” kata Hidayat.
Partai Amanat Nasional (PAN) juga seirama. Menurut Ketua Fraksi PAN, Tjatur Sapto Edhie, PAN tak akan mencalonkan Rhoma sebagai Capres. “PAN sampai detik ini sudah memutuskan mengusung kadernya sendiri, Hatta Radjasa.”
Partai Islam terakhir, Partai Persatuan Pembangunan, juga tak jauh berbeda. Dulu partai ini pernah memakai Rhoma sebagai juru kampanye. Kini, mungkin karena zaman berganti, partai itu tidak terlalu antusias pada si Raja Dangdut.
Sekjen PPP Romahurmuzy mengatakan, Rhoma memang populer. Tapi bukan berarti dia bisa diterima oleh massa pemilih, dan memiliki nilai tinggi untuk pemilu presiden. “Rhoma kan baru teruji popularitasnya, kapabelnya belum,” ujarnya. Dia mengibaratkan, peminat Rhoma hanya di musik dangdut. Tapi tidak di kafe yang membawakan lagu jazz.
Bila keempat partai itu menolak Rhoma, jalan si Bang Haji menuju RI 1 jelas tidak mudah. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Dodi Ambardi, mengatakan kalau Rhoma tidak punya posisi di partai dia, akan kesulitan untuk mencalonkan diri, alias tak punya kendaraan. Apalagi, “Menyanyi itu berbeda dengan pengambilan kebijakan,” ujar Dodi.
Dukungan parpol sangatlah penting. Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia Toto Izzul Fatah mengatakan menurut peraturan seorang Capres harus didukung oleh partai dengan perolehan suara 25 persen di DPR, atau 20 persen suara secara nasional. Jadi, hanya PDIP dan Golkar saja yang bisa. Sementara PKB yang digadang-gadang akan memajukan Rhoma, belum tentu lolos parlementary threshold.
KontroversialDi tengah belum pastinya dukungan partai politik, popularitas Rhoma juga diwarnai banyak kontroversi. Pada 2003, lewat Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia yang dipimpinnya, Rhoma mengecam secara keras “Goyang Ngebor” dari penyanyi dangdut Inul Daratista.
Pada saat itu, publik banyak yang jatuh simpati pada Inul. Penggemar dangdut pun terbelah. Ada yang pro tapi tak sedikit juga yang kontra dengan Rhoma Irama.
Saat hangat-hangatnya Rhoma vs Inul itu, publik kembali dikejutkan saat Rhoma bermalam --dari jam 23.00 – 04.00 WIB-- di apartemen pemain sinetron Angel Lelga. Peristiwa itu terekam kamera infotaimen. Saat ditanyai, Rhoma berdalih tengah memberi nasehat agama pada Angel. Belakangan dia mengaku telah menikah siri dengan Angel. Namun Angel diceraikan pada hari yang sama saat dia menikah.
Publik mencatat itu pernikahan ketiga dari Bang Rhoma. Pertama dengan Veronica (1972-1985) dan Ricca Rahim (1984-sekarang). Rhoma pun dikabarkan pernah menikahi Marwah Ali yang sudah diceraikan tahun 1993. Menurut Dodi Ambardi, soal poligami Rhoma akan mengurangi tingkat elektabilitasnya.
Kontroversi Rhoma terakhir adalah ceramah SARA saat Pemilu Kepala Daerah DKI digelar. Saat itu dia menghimbau agar umat Islam memilih pasangan Fauzi Bowo. Pasalnya pasangan Jokowi-Ahok dinilai tidak Islami. Namun, usaha itu tak bisa membendung keunggulan Jokowi-Ahok.
Jalan Rhoma menuju RI-1 memang masih berliku. Tapi dia sendiri memilih bersikap seperti sepotong kata dari lagunya yang pernah populer: santai. “Kondisi saya nothing to lose. Kalau jadi Innalillahi, tidak jadi ya Alhamdulillah,” ujarnya.
Memang jalan ke Istana kali ini lebih ruwet. Tak heran jika Rhoma butuh banyak doa. Seperti dimintanya dari para anak yatim, di Kemanggisan, saat hujan turun itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar