Sabtu, 19 Januari 2013

Perda Dilarang Mengangkang: Kami Menghormatimu Wahai Wanita!


Banyak pro dan kontra sejak pertama kali peraturan ini digulirkan ke publik. Ada yang merasa setuju, ada pula yang tidak setuju. Perda ini melarang kaum wanita untuk mengangkang pada saat dibonceng menggunakan kendaraan roda dua. Yang biasanya posisi duduk mengangkang ke depan, maka sekarang para wanita di Lhoksemawe diharuskan untuk duduk menyamping pada saat dibonceng mengendarai kendaraan bermotor.
Secara pribadi, saya setuju dengan kebijakan ini. Walaupun terkesan tidak populer (bahkan di kalangan wanita sendiri), menurut saya peraturan ini justru ingin menempatkan wanita di posisi yang lebih tinggi dibandingkan pria. Dengan borposisi menyamping, wanita akan terlihat lebih anggun dan tidak terkesan tomboy seperti laki-laki. Penulis jadi teringat kala masih kecil dahulu, dimana masih jarang wanita yang mengendarai sepeda motor, dan wanita masih lebih malu-malu dan masih melindungi harga dirinya dibandingkan sekarang. Dahulu saya ingat kalau seorang wanita dibonceng naik sepeda onthel saja, dia duduk menyamping, begitu juga apabila dia dibonceng menggunakan sepeda motor, mereka diajarkan oleh orang tuanya untuk duduk menyamping ketika posisi diboncengi. Hal ini menjadi adat istiadat kesopanan yang berlaku secara umum sampai akhirnya budaya barat dan keterbukaan informasi mulai mengurangi kepekaan masyarakat dalam melakukan kontrol sosial.
121261
Seiring dengan berjalannya waktu, maka adat kita pun mulai terpengaruh. Satu dua orang wanita mulai berani untuk duduk mengangkang saat dibonceng. Tentu saja pada saat itu, kelakuan tersebut yang mulai menyimpang mendapat cibiran dari masyarakat. Mereka mulai ditegur oleh sistem kontrol sosial dalam masyarakat. Tetapi dalam hal ini kontrol sosial tersebut tidak di perkuat dengan instrumen hukum oleh pemerintah, sehingga kontrol sosial ini justru semakin melemah seiring dengan gencarnya arus informasi dan budaya asing yang masuk ke Indonesia, hingga pada akhirnya duduk mengangkang bagi wanita adalah hal yang biasa.
Keterbiasaan ini diterima oleh generasi selanjutnya sebagai hal yang lumrah. Tidak ada lagi bagi mereka yang menegur ketika dibonceng duduk mengangkang. Ini menjadi kebiasaan dan justru yang duduk menyamping menjadi hal yang aneh di masyarakat sekarang. Nah, di tengah-tengah situasi ini, kemungkinan besar bupati Lhoksemawe teringat memori masa lalunya yang begitu menempatkan posisi wanita yang lebih tinggi dibandingkan pria, menghormati wanita diantara para pria. Akhirnya dikeluarkanlah Peraturan Daerah tersebut walaupun pada penerapannya akan mengalami kendala, karena itu tadi, peraturan ini dibuat dan diberlakukan terlambat beberapa generasi.
Peraturan ini dibuat pada generasi yang sudah menganggap kesetaraan gender sebagai kesamaan berperilaku antara pria dan wanita. Generasi yang tidak memiliki lagi kontrol sosial mengenai duduk mengangkang. Pada generasi ini, larangan mengangkang justru lebih banyak dikeluarkan dari para wanita itu sendiri. Padahal dari sudut pandang kami para pria, duduk menyamping lebih terhormat dan lebih anggun.

Kehormatan wanita di mata pria

Wanita bagaimanapun secara kodrati tidak dapat disamakan dengan pria. Walaupun dengan alasan kesetaraan gender ataupun emansipasi wanita, wanita tetap tidak dapat disetarakan dengan pria! Ya, banyak kalangan wanita pasti akan langsung bereaksi negatif bila ada yang mengeluarkan pernyataan seperti itu. Tapi tunggu dulu, kami kaum pria mengatakan bahwa kodrat kita tidak dapat disamakan, tapi bukan berarti kodrat wanita lebih rendah daripada kodrat wanita. Saya menyatakan dengan jujur dan terbuka justru sebaliknya: wanita adalah makhluk yang harus dihormati dan dihargai oleh kaum pria.
Kami para kaum pria diajarkan untuk tidak sembarangan menatap aurat wanita, karena aurat wanita hanya milik muhrimnya saja. Kami menghormati hal tersebut dan kami sangat hormat terhadap wanita yang juga menghargai dirinya sendiri dengan menutupi auratnya di depan umum dan hanya membukanya di hadapan muhrimnya saja.
Kami para kaum pria diajarkan bahwa surga itu ada di bawah telapak kaki ibu, artinya, posisi ibulah yang nantinya menentukan jalan kehidupan kita di akhirat. Lalu, apakah ibu itu seorang pria? bukan! tentu saja ibu itu adalah seorang wanita!
Kami para kaum pria tidak diperkenankan sembarangan menyentuh kulitmu wahai wanita yang bukan muhrim. Kami menghargai dan menghormatimu bahwa engkau adalah milik eksklusif suami/muhrim mu. Tidak berhak kami menyentuhmu, kecuali engkau adalah muhrimku.
“ Wahai Rasulullah”, siapa orang yang lebih berhak untuk dihormati, Rasulullah menjawab : “ Ibumu”, kemudian bertanya lagi : “ kemudian siapa”,  Rasul menjawab : “ Ibumu” kemudian bertanya lagi: “ kemudian siapa “, Rasul menjawab: “ Ibumu”, kemudian bertanya lagi : “ kemudian siapa “, Rasul menjawab :    “ Bapakmu “.
Secara keseluruhan saya simpulkan bahwa kami kaum pria sangat menghormati kedudukan para kaum wanita, kami mohon janganlah justru anda sendiri kaum wanita yang merendahkan kehormatanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar